Islam Masuk Istana Raja
Pada bagian ini kamu akan mempelajari secara garis besar awal
pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Uraian ini
terutama dipusatkan pada beberapa pusat kekuasaan Islam yang berada di berbagai
daerah, seperti di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan bahkan di Indonesia
bagian timur, seperti Maluku dan Papua. Sedangkan kerajaan-kerajaan yang tidak
diuraikan pada bab ini, kamu dapat mencari informasi melalui berbagai buku yang
ada.
Kerajaan Islam di
Sumatera Sejak awal kedatangannya, pulau Sumatera termasuk daerah pertama dan terpenting dalam
pengembangan agama Islam di Indonesia.
Dikatakan demikian mengingat letak Sumatra yang strategis dan berhadapan langsung dengan jalur perdangan dunia, yakni Selat Malaka. Berdasarkan
catatan Tomé Pires dalam Suma Oriental
(1512-1515) dikatakan bahwa di Sumatra, terutama di sepanjang pesisir Selat Malaka dan pesisir barat Sumatra terdapat banyak kerajaan Islam, baik yang besar
maupun yang kecil. Diantara kerajaan-kerajaan
tersebut antara lain Aceh, Biar dan
Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru,
Arcat, Rupat, Siak, Kampar, Tongkal,
Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas,
Pariaman, Minangkabau, Tiku, Panchur,
dan Barus. Menurut Tomé Pires,
kerajaan-kerajaan tersebut ada yang
sedang mengalami pertumbuhan, ada
pula yang sedang mengalami perkembangan,
dan ada pula yang sedang mengalami
keruntuhannya.
a. Samudera Pasai
Samudera Pasai diperkirakan tumbuh berkembang antara tahun
1270 dan 1275, atau pertengahan abad ke-13. Kerajaan ini terletak lebih kurang
15 km di sebelah timur Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam, dengan sultan
pertamanya bernama Sultan Malik as-Shaleh (wafat tahun 696 H atau 1297 M).
Dalam kitab Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai diceritakan bahwa Sultan
Malik as-Shaleh sebelumnya hanya seorang kepala Gampong Samudera bernama Marah
Silu. Setelah menganut agama Islam kemudian berganti nama dengan Malik
as-Shaleh. Berikut ini merupakan urutan para raja-raja yang memerintah di
Kesultanan Samudera Pasai:
- Sultan Malik as-Shaleh (696 H/1297 M);
- Sultan Muhammad Malik Zahir (1297-1326);
- Sultan Mahmud Malik Zahir (± 1346-1383);
- Sultan Zainal Abidin Malik Zahir (1383-1405);
- Sultanah Nahrisyah (1405-1412);
- Abu Zain Malik Zahir (1412);
- Mahmud Malik Zahir (1513-1524).
b. Kesultanan Aceh
Darussalam
Pada 1520 Aceh berhasil memasukkan Kerajaan Daya ke dalam
kekuasaan Aceh Darussalam. Tahun 1524, Pedir dan Samudera Pasai ditaklukkan.
Kesultanan Aceh Darussalam di bawah Sultan Ali Mughayat Syah menyerang kapal
Portugis di bawah komandan Simao de Souza Galvao di Bandar Aceh.
Pada 1529 Kesultanan Aceh mengadakan persiapan untuk
menyerang orang Portugis di Malaka, tetapi tidak jadi karena Sultan Ali
Mughayat Syah wafat pada 1530, yang kemudian dimakamkan di Kandang XII Banda Aceh.
Di antara penggantinya yang terkenal adalah Sultan Alauddin Riayat Syah
al-Qahhar (1538- 1571). Usaha-usahanya adalah mengembangkan kekuatan angkatan
perang, perdagangan, dan mengadakan hubungan internasional dengan kerajaan
Islam di Timur Tengah, seperti Turki, Abessinia (Ethiopia), dan Mesir. Pada
1563 ia mengirimkan utusannya ke Constantinopel untuk meminta bantuan dalam usaha
melawan kekuasaan Portugis. Dua tahun kemudian datang bantuan dari Turki berupa
teknisi-teknisi, dan dengan kekuatan tentaranya Sultan Alauddin Riayat Syah
at-Qahhar menyerang dan menaklukkan banyak kerajaan, seperti Batak, Aru, dan
Barus. Untuk menjaga keutuhan Kesultanan Aceh, Sultan Alauddin Riayat Syah
al-Qahhar menempatkan suami saudara perempuannya di Barus dengan gelar Sultan
Barus, dua orang putra sultan diangkat menjadi Sultan Aru dan Sultan Pariaman
dengan gelar resminya Sultan Ghari dan Sultan Mughal, dan di daerahdaerah pengaruh
Kesultanan Aceh ditempatkan wakil-wakil dari Aceh.
Kemajuan Kesultanan Aceh Darussalam pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda mengundang perhatian para ahli sejarah. Di bidang politik
Sultan Iskandar Muda telah menundukkan daerah-daerah di sepanjang pesisir timur
dan barat. Demikian pula Johor di Semenanjung Malaya telah diserang, dan
kemudian rnengakui kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam. Kedudukan Portugis di
Malaka terus-menerus mengalami ancaman dan serangan, meskipun keruntuhan Malaka
sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara baru terjadi sekitar tahun 1641 oleh
VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) Belanda. Perluasan kekuasaan politik
VOC sampai Belanda pada dekade abad ke-20 tetap menjadi ancaman Kesultanan
Aceh
Islam di pulau Jawa
Para ahli memperkirakan Demak berdiri tahun 1500. Sementara
Majapahit hancur beberapa waktu sebelumnya. Menurut sumber sejarah lokal di
Jawa, keruntuhan Majapahit terjadi sekitar tahun 1478. Hal ini ditandai dengan candrasengkala,
Sirna Hilang Kertaning Bhumi yang berarti memiliki angka tahun 1400 Saka. Raja
pertama kerajaan Demak adalah Raden Fatah, yang bergelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah.
Raden Fatah memerintah Demak dari tahun 1500- 1518 M. Menurut cerita rakyat Jawa
Timur, Raden Fatah merupakan keturunan raja terakhir dari Kerajaan
Majapahit, yaitu Raja Brawijaya V. Di bawah
pemerintahan Raden Fatah, kerajaan Demak berkembang dengan pesat karena
memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan, terutama
beras. Selain itu, Demak juga tumbuh menjadi sebuah kerajaan maritim karena
letaknya di jalur perdagangan antara Malaka dan Maluku. Oleh karena itu
Kerajaan Demak disebut juga sebagai sebuah kerajaan yang agraris-maritim.
Barang dagangan yang diekspor Kerajaan Demak antara lain beras,
lilin dan madu. Barang-barang itu diekspor ke Malaka, Maluku dan Samudra Pasai.
Pada masa pemerintahan Raden Fatah, wilayah kekuasaan Kerajaan Demak cukup
luas, meliputi Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan.
Daerah-daerah pesisir di Jawa bagian Tengah dan Timur kemudian ikut mengakui
kedaulatan Demak dan mengibarkan panji-panjinya. Kemajuan yang dialami Demak ini
dipengaruhi oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Karena Malaka sudah dikuasai
oleh Portugis, maka para pedagang yang tidak simpatik dengan kehadiran Portugis
di Malaka beralih haluan menuju pelabuhan-pelabuhan Demak seperti Jepara,
Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik. Pelabuhanpelabuhan tersebut kemudian
berkembang menjadi pelabuhan transit.
Selain tumbuh sebagai pusat perdagangan, Demak juga tumbuh
menjadi pusat penyebaran agama Islam. Para wali yang merupakan tokoh penting
pada perkembangan Kerajaan Demak ini, memanfaatkan posisinya untuk lebih menyebarkan
Islam kepada penduduk Jawa. Para wali juga berusaha menyebarkan Islam di luar
Pulau Jawa. Penyebaran agama Islam di Maluku dilakukan oleh Sunan Giri
sedangkan di daerah Kalimantan Timur dilakukan oleh seorang penghulu dari
Kerajaan Demak yang bernama Tunggang Parangan. Setelah Kerajaan Demak lemah
maka muncul Kerajaan Pajang.
Kerajaan Demak - Kerajaan Demak yang secara geografis terletak di Jawa
Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai yang
dikelilingi oleh daerah rawa yang luas dikelilingi peraiaran laut Muria. Bintoro
yang menjadi pusat kerajaan Demak yang terletak antara bergola dan jepara,
dimana bergola adalah sebuah pelabuhan yang penting pada masa Kerajaan Mataram
( Wangsa Syailendra ), sedangkan Jepara akhirnya berkembang menjadi pelabuhan
yang penting bagi kerajaan Demak.
Kehidupan politik
lokasi kerajaan Demak yang strategis untuk perdagangan nasional, karena
menghubungkan perdagangan antara Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian
Timur, serta keadaan Majapahit yag sudah hancur, maka Demak berkembang menjadi
kerajaan besar di pulau Jawa, dan memiliki peranan penting dalam rangka
penyebaran agama islam, khususnya di pulau Jawa, karena Demak berhasil
menggantikan peran Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis 1511
Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Kehidupan Ekonomi
kerajaan Demak, karena Demak terletak di wilayah yang sangat strategis yaitu di
jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang menjadi kerajaan
maritim. Dalam kegiatan perdagangannya, Demak berperan sebagai penghubung
daerah penghasil rempah-rempah di wilayah Indonesia bagian timur dan penghasil rempah-rempah di
Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan di Demak semakin
berkembang. Dan hal inI juga didukung oleh pengusaan Demak terhadap
pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa. Sebagai kerajaan islam
yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah
pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi
komoditi dagang. Dengan demikian, kegiatan perdagangannya di tunjang oleh hasil
pertanian, yang mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan dibidang ekonomi.
Kehidupan sosial
dan budaya masyarakat Demak lebih
berdasarkan pada agama dan budaya islam, karena pada dasarnya Demak adalah
pusat penyebaran Islam pertama di pulau Jawa. Sebagai pusat penyebaran Islam,
Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan
Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Bonang. Para wali tersebut memiliki peranan yang
penting pada masa perkembangan kerajaan Demak, seperti yang dilakukan oleh
Sunan Kudus yang memberi nasihat kepada Raden Patah untuk membuat siasat menghancurkan kekuatan potugis dan membuat
pertahanan yang kuat di Nusantara. Dengan demikian terjalin hubungan yang erat
antara raja/ bangsawan, para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang erat
tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid
maupun di Pondok Pesantren, sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiah
( Persaudaraan di antara orang- orang Islam )
Demikian pula di bidang budaya, banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak.Salah satunya adalah Masjid Demak, dimana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan- pecahan kayu yang disebut dengan soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid ( pendopo ) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar- dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad SAW) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon. Hal tersebut menunjukan adanya akulturasi kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Islam
Setelah Kerajaan Demak berakhir, berkembanglah Kerajaan
Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya. Di bawah kekuasaannya, Pajang
berkembang baik. Bahkan berhasil mengalahkan Arya Penangsang yang berusaha merebut
kekuasaannya. Tokoh yang membantunya mengalahkan Arya Penangsang di antaranya
Ki Ageng Pemanahan (Ki Gede Pemanahan). la diangkat sebagai bupati (adipati) di
Mataram. Kemudian puteranya, Raden Bagus (Danang) Sutawijaya diangkat anak oleh
Sultan Hadiwijaya dan dibesarkan di istana. Sutawijaya dipersaudarakan dengan putra
mahkota, bernama Pangeran Benowo.
Pada tahun 1582, Sultan Hadiwijaya meninggal dunia. Penggantinya,
Pangeran Benowo merupakan raja yang lemah. Sementara Sutawijaya yang
menggantikan Ki Gede Pemanahan justru semakin menguatkan kekuasaannya sehingga
akhirnya Istana Pajang pun jatuh ke tangannya. Sutawijaya segera memindahkan
pusaka Kerajaan Pajang ke Mataram. Sutawijaya sebagai raja pertama dengan
gelar: Panembahan Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pusat kerajaan ada di
Kota Gede, sebelah tenggara Kota Yogyakarta sekarang. Panembahan Senapati
digantikan oleh puteranya yang bernama Mas Jolang (1601-1613). Mas Jolang
kemudian digantikan oleh puteranya bernama Mas Rangsang atau lebih dikenal
dengan nama Sultan Agung (1613-1645). Pada masa pemerintahan Sultan Agung
inilah Mataram mencapai zaman keemasan. Dalam bidang politik pemerintahan,
Sultan Agung berhasil memperluas wilayah Mataram ke berbagai daerah yaitu,
Surabaya (1615), Lasem, Pasuruhan (1617), dan Tuban (1620). Di samping berusaha
menguasai dan mempersatukan berbagai daerah di Jawa, Sultan Agung juga ingin
mengusir VOC dari Kepulauan Indonesia. Kemudian diadakan dua kali serangan
tentara Mataram ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629. Mataram mengembangkan
birokrasi dan struktur pemerintahan yang teratur. Seluruh wilayah kekuasaan Mataram
diatur dan dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut.
- Kutagara. Kutagara atau kutanegara, yaitu daerah keraton dan sekitarnya.
- Negara agung. Negara agung atau negari agung, yaitu daerah-daerah yang ada di sekitar kutagara. Misalnya, daerah Kedu, Magelang, Pajang, dan Sukawati.
- Mancanegara. Mancanegara yaitu daerah di luar negara agung. Daerah ini meliputi mancanegara wetan (timur), misalnya daerah Ponorogo dan sekitarnya, serta mancanegara won (barat), misalnya daerah Banyumas dan sekitarnya.
- Pesisiran. Pesisiran yaitu daerah yang ada di pesisir. Daerah ini juga terdapat daerah pesisir kulon (barat), yakni Demak terus ke barat, dan pesisir wetan (timur), yakni Jepara terus ke timur.
Mataram berkembang menjadi kerajaan agraris. Dalam bidang
pertanian, Mataram mengembangkan daerah-daerah persawahan yang luas. Seperti
yang dilaporkan oleh Dr. de Han, Jan Vos dan Pieter Franssen bahwa Jawa bagian
tengah adalah daerah pertanian yang subur dengan hasil utamanya adalah beras.
Pada abad ke-17, Jawa benar-benar menjadi lumbung padi. Hasil-hasil yang lain
adalah kayu, gula, kelapa, kapas, dan hasil palawija.
Di Mataram dikenal beberapa kelompok dalam masyarakat. Ada
golongan raja dan keturunannya, para bangsawan dan rakyat sebagai kawula
kerajaan. Kehidupan masyarakat bersifat feodal karena raja adalah pemilik tanah
beserta seluruh isinya. Sultan dikenal sebagai panatagama, yaitu pengatur
kehidupan keagamaan. Oleh karena itu, Sultan memiliki kedudukan yang sangat
tinggi. Rakyat sangat hormat dan patuh, serta hidup mengabdi pada sultan. Bidang
kebudayaan juga maju pesat. Seni bangunan, ukir, lukis, dan patung mengalami
perkembangan. Kreasikreasi para seniman, misalnya terlihat pada pembuatan gapura-gapura,
serta ukir-ukiran di istana dan tempat ibadah. Seni tari yang terkenal adalah
Tari Bedoyo Ketawang. Dalam prakteknya, Sultan Agung memadukan unsur-unsur
budaya Islam dengan budaya Hindu-Jawa. Sebagai contoh, di Mataram diselenggarakan
perayaan sekaten untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw, dengan
membunyikan gamelan Kyai Nagawilaga dan Kyai Guntur Madu. Kemudian juga
diadakan upacara grebeg. Grebeg diadakan tiga kali dalam satu tahun, yaitu setiap
tanggal 10 Dzulliijah (Idul Adha), 1 Syawal (Idul Fitri), dan tanggal 12
Rabiulawal (Maulid Nabi). Bentuk dan kegiatan upacara grebeg adalah mengarak gunungan
dari keraton ke depan masjid agung. Gunungan biasanya dibuat dari berbagai
makanan, kue, dan hasil bumi yang dibentuk menyerupai gunung. Upacara grebeg merupakan
sedekah sebagai rasa syukur dari raja kepada Tuhan Yang Maha Esa dan juga sebagai
pembuktian kesetiaan para bupati dan punggawa kerajaan kepada rajanya. Sultan
Agung wafat pada 1645. Ia dimakamkan di Bukit Imogiri. Ia digantikan oleh
puteranya yang bergelar Amangkurat I. Akan tetapi, pribadi raja ini sangat
berbeda dengan pribadi Sultan Agung. Amangkurat I adalah seorang raja yang
lemah, berpandangan sempit, dan sering bertindak kejam. Mataram mengalami
kemunduran apalagi adanya pengaruh VOC yang semakin kuat. Dalam perkembangannya
Kerajaan Mataram akhirnya dibagi dua berdasarkan Perjanjian Giyanti (1755). Sebelah
barat menjadi Kesultanan Yogyakarta dan sebelah timur menjadi Kasunanan
Surakarta.
Kerajaan Mataram Islam - Di bawah pemerintahan Sultan Agung Mataram mencapai puncak
kejayaannya. Sultan Agung memindahkan pusat pemerintahan dari Kotagede ke
Plered. Sultan Agung bercita-cita untuk mempersatukan seluruh Pulau Jawa
dibawah kekuasaan Mataram. Oleh karena itulah Mataram terus menerus terlibat
dalam perang yang berkepanjangan baik dengan penguasa-penguasa daerah, maupun
dengan VOC yang juga sedang berkeingan untuk menguasai Pulau Jawa.
Pada
tahun 1614, Sultan Agung menaklukkan Kediri, Pasuruan, Lumajang, dan Malang.
Pada tahun 1615, tentara Mataram lebih dikerahkan ke daerah Wirasaba, sebuah
tempat yang sangat strategis untuk menaklukkan Jawa Timur.
Daerah ini pun
berhasil diduduki. pada tahun 1616. Pada tahun yang sama Lasem menyerah. Tahun
1619, Tuban dan Pasuruan dapat dipersatukan. Pada tahun 1622 Sultan Agung
memberanikan diri menyeberangi Laut Jawa untuk menundukkan Sukadana di
Kalimantan yang menjadi sekutu Surabaya. Pada tahun 1624 serangan Mataram
ditujukan ke Madura. Pamekasan, Sampang dan Sumenep dapat ditaklukkan. Kemudian
Adipati Sampang diangkat menjadi Adipati di Madura dengan gelar Pangeran
Cakraningrat I. Dan akhirnya, Surabaya dapat dikuasai pada tahun 1625. Untuk
menaklukkan Cirebon, Sultan Agung melakukan pernikahan politik dengan putri
Cirebon.
Pada
tahun, 1627, hampir seluruh Pulau Jawa telah berhasil dipersatukan di bawah
kekuasaan Mataram, kecuali kesultanan Banten dan Batavia yang dikuasai VOC.
Sebagai pewaris kerajaan Demak, Sultan Agung merasa berhak pula terhadap
kerajaan Banten. Akan tetapi, antara Mataram dan Banten terdapat Batavia, markas VOC, sebagai
penghalang.
Sukses
besar tersebut menumbuhkan kepercayaan diri Sultan Agung untuk menghadapi VOC
di Batavia dipimpin oleh Jan Pieterzoon
Coen. Maka, pada tahun 1628, Mataram mempersiapkan pasukan di bawah pimpinan
Tumenggung Baurekso dan Tumenggung Sura Agul-agul, untuk mengempung Batavia.
Akan
tetapi, karena kuatnya pertahanan Belanda, serangan ini gagal, bahkan
Tumenggung Baureksa gugur. Belajar dari kegagalan tersebut Mataram menyusun
kekuatan yang lebih terlatih, dengan persiapan yang lebih matang. Maka pada
1629, pasukan Sultan Agung kembali menyerbu Batavia. Pada penyerangan kedua
ini, pasukan Mataram dipimpin oleh Ki Ageng Juminah, Ki Ageng Purbaya, Ki Ageng
Puger. Penyerbuan dilancarkan terhadap Benteng Hollandia, Bommel, dan Weesp. Akan tetapi serangan ini kembali
dapat dipatahkan. Setelah kekalahan itu serangan Mataram ditujukan ke
Blambangan sehingga dapat dipersatukan pada tahun 1639.
Sultan
Agung wafat pada tahun 1645. la digantikan putranya yang bergelar Amangkurat I (1645 -1677). Pada masa
pemerintahannya, Belanda mulai masuk ke daerah Mataram. Bahkan Amangkurat I
menjalin hubungan baik dengan Belanda. Selain itu sikap Amangkurat I yang
sewenang-wenang menimbulkan pemberontakan-pemberontakan. Pemberontakan yang
paling berbahaya adalah pemberontakan Trunojoyo dari Madura. Dalam pertempuran
itu Amangkurat I terluka dan dilarikan ke Tegalwangi, hingga meninggal.
Bidang
ekonomi
Kerajaan
Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini
menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Posisi ibukota Mataram
di Kota Gede yang berada di pedalaman menyebabkan Mataram sangat tergantung
kepada hasil pertanian. Dengan mengandalkan dari pertanian, Mataram melakukan
penaklukan ke beberapa kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Sealin
itu Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan mengembangkan daerah
persawahan dan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram
juga mengadakan pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah kering ke daerah
yang subur dengan irigasi yang baik. Komoditi pertanian yang dihasilkan oleh
Kerajaan Mataram Islam, diantaranya, beras,
di samping kayu, gula, kapas, kelapa dan palawija.
Bidang
Sosial Kemasyarakatan
Tatanan
kehidupan masyarakat pada kerajaan Mataram didasarkan pada hukum Islam tanpa
meninggalkan norma-norma lama. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja
merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. Untuk melaksanakan pemerintahan, raja
dibantu oleh seperangkat pegawai dan keluarga istana, yang mendapatkan upah
atau gaji berupa tanah lungguh atau
tanah garapan. Tanah lungguh tersebut dikelola oleh kepala desa (bekel) dan dikerjakan oleh petani
penggarap dengan membayar pajak atau sewa tanah.
Kehidupan
masyarakat yang agraris membentuk tatanan masyarakat sistem feodal. Dengan
sistem tersebut maka raja adalah pemilik tanah kerajaan beserta isinya.
Sedangkan bangsawan, priyayi dan kerabat kerajaan yang memerintah suatu
wilayah, mendapatkan lahan tanah garapan yang luas. Sedangkan rakyat bertugas
untuk mengurus tanah tersebut. Dengan adanya sistem feodalisme tersebut,
menyebabkan lahirnya tuan-tuan tanah di Jawa yang sangat berkuasa terhadap
tanah-tanah yang dikuasainya.
Bidang
Kebudayaan
Sultan
Agung adalah raja Mataram yang berusaha membuat suasana harmonis antara
kebudayaan Jawa dengan nilai-nilai Islam. Dalam proses perkembangannya,
masyarakat Mataram sebelumnya telah mengenal tradisi-tradisi yang bersumber
dari kebudayaan asli Jawa dan kebudayaan Hindu dan Budha yang berasal dari
India. Masyarakat Mataram telah memilih secara selektif pengaruh kebudayaan
dari luar tersebut dan melakukan perpaduan budaya dengan kebudayaan Islam.
Uji Kompetensi
- Jelaskan tentang latar belakang berdirinya Kerajaan Demak.
- Bagaimana proses berdirinya Kerajaan Mataram?
- Gambarkan skema struktur birokrasi pemerintahan Kerajaan Mataram
- Benarkan Sultan Agung seorang budayawan? Berikan penjelasan!
- Buatlah peta tentang struktur pemerintahan di Mataram yang meliputi wilayah mancanegara dan pesisiran!
Kerajaan Banten berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan
Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan
menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer
serta kawasan perdagangan. Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati
berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana
Hasanuddin atau lebih sohor dengan sebutan Fatahillah, mendirikan benteng
pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat
pemerintahan, yakni Kesultanan Banten.
Pada awalnya kawasan Banten dikenal dengan nama Banten
Girang yang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan
di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan
wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya
kerjasama Sunda-Portugis dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini dianggap
dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir
Portugis dari Malaka tahun 1513. Atas perintah Sultan Trenggono, Fatahillah
melakukan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Sunda Kelapa sekitar tahun
1527, yang waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda. Selain
mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Fatahillah juga melanjutkan
perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran
Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang
dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan
dianugerahi keris oleh raja tersebut.
Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya
Sultan Trenggono, maka Banten melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang
mandiri. Pada 1570 Fatahillah wafat. Ia meninggalkan dua orang putra laki-laki,
yakni Pangeran Yusuf dan Pangeran Arya (Pangeran Jepara). Dinamakan Pangeran
Jepara, karena sejak kecil ia sudah diikutkan kepada bibinya (Ratu Kalinyamat)
di Jepara. Ia kemudian berkuasa di Jepara menggantikan Ratu Kalinyamat, sedangkan
Pangeran Yusuf menggantikan Fatahillah di Banten. Pangeran Yusuf melanjutkan
usaha-usaha perluasan daerah yang sudah dilakukan ayahandanya. Tahun 1579, daerah-daerah
yang masih setia pada Pajajaran ditaklukkan. Untuk kepentingan ini Pangeran
Yusuf memerintahkan membangun kubu-kubu pertahanan. Tahun 1580, Pangeran Yusuf
meninggal dan digantikan oleh puteranya, yang bernama Maulana Muhammad. Pada
1596, Maulana Muhammad melancarkan serangan ke Palembang. Pada waktu itu Palembang
diperintah oleh Ki Gede ing Suro (1572 - 1627). Ki Gede ing Suro adalah seorang
penyiar agama Islam dari Surabaya dan perintis perkembangan pemerintahan
kerajaan Islam di Palembang. Kala itu Kerajaan Palembang lebih setia kepada
Mataram dan sekaligus merupakan saingan Kerajaan Banten. Itulah sebabnya,
Maulana Muhammad melancarkan serangan ke Palembang. Kerajaan Palembang dapat
dikepung dan hampir saja dapat ditaklukkan. Akan tetapi, Sultan Maulana
Muhammad tiba-tiba terkena tembakan musuh dan meninggal. Oleh karena itu, ia
dikenal dengan sebutan Prabu Seda ing Palembang. Serangan tentara Banten
terpaksa dihentikan, bahkan akhirnya ditarik mundur kembali ke Banten.
Gugurnya Maulana Muhammad menimbulkan berbagai perselisihan
di istana. Putra Maulana Muhammad yang bernama Abumufakir Mahmud Abdul Kadir,
masih kanak-kanak. Pemerintahan dipegang oleh sang Mangkubumi. Akan tetapi,
Mangkubumi berhasil disingkirkan oleh Pangeran Manggala. Pangeran Manggala
berhasil mengendalikan kekuasaan di Banten. Baru setelah Abumufakir dewasa dan Pangeran
Manggala meninggal tahun 1624, maka Banten secara penuh diperintah oleh Sultan
Abumufakir Mahmud Abdul Kadir.
Pada tahun 1596 orang-orang Belanda datang di pelabuhan
Banten untuk yang pertama kali. Terjadilah perkenalan dan pembicaraan dagang
yang pertama antara orang-orang Belanda dengan para pedagang Banten. Tetapi dalam
perkembangannya, orang-orang Belanda bersikap angkuh dan sombong, bahkan mulai
menimbulkan kekacauan di Banten. Oleh karena itu, orang-orang Banten menolak dan
mengusir orang-orang Belanda. Akhirnya, orang-orang Belanda kembali ke
negerinya. Dua tahun kemudian, orang-orang Belanda datang lagi. Mereka
menunjukkan sikap yang baik, sehingga dapat berdagang di Banten dan di
Jayakarta. Menginjak abad ke-17 Banten mencapai zaman keemasan. Daerahnya cukup
luas. Setelah Sultan Abumufakir meninggal, ia digantikan oleh puteranya bernama
Abumaali Achmad. Setelah Abumaali Achmad, tampillah sultan yang terkenal, yakni
Sultan Abdulfattah atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa.
Ia memerintah pada tahun 1651 - 1682.
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten terus
mengalami kemajuan. Letak Banten yang strategis mempercepat perkembangan dan
kemajuan ekonomi Banten. Kehidupan sosial budaya juga mengalami kemajuan.
Masyarakat umum hidup dengan rambu-rambu budaya Islam. Secara politik
pemerintahan Banten juga semakin kuat. Perluasan wilayah kekuasaan terus
dilakukan bahkan sampai ke daerah yang pernah dikuasai Kerajaan Pajajaran.
Namun ada sebagian masyarakat yang menyingkir di pedalaman Banten Selatan
karena tidak mau memeluk agama Islam. Mereka tetap mempertahankan agama dan
adat istiadat nenek moyang. Mereka dikenal dengan masyarakat Badui. Mereka
hidup mengisolir diri di tanah yang disebut tanah Kenekes. Mereka menyebut
dirinya orang-orang Kejeroan. Dalam bidang kebudayaan, seni bangunan mengalami perkembangan.
Beberapa jenis bangunan yang masih tersisa, antara lain, Masjid Agung Banten,
bangunan keraton dan gapura-gapura.
Pada masa akhir pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa timbul
konflik di dalam istana. Sultan Ageng Tirtayasa yang berusaha menentang VOC,
kurang disetujui oleh Sultan Haji sebagai raja muda. Keretakan di dalam istana
ini dimanfaatkan VOC dengan politik devide et impera. VOC membantu Sultan Haji
untuk mengakhiri kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Berakhirnya kekuasaan Sultan
Ageng Tirtayasa membuat semakin kuatnya kekuasaan VOC di Banten. Raja-raja yang
berkuasa berikutnya, bukanlah raja-raja yang kuat. Hal ini membawa kemunduran
Kerajaan Banten.
Runtuhnya
Banten Di ujung barat Jawa, kerajaan Banten pada dasarnya
kekuasaannya jauh lebih kecil dibandingkan Mataram. Namun kekuatan armada
dagangnya jauh lebih kuat dibandingkan Mataram. Pada masa Sultan Ageng
(1651-1683) yang dikenal dengan sebutan Sultan Tirtayasa, Banten berhasil
membangun armada dagang dengan menggunakan model Eropa. Kapal-kapalnya yang
menggunakan surat jalannya melayari jalur-jalur perdagangan Nusantara. Bahkan
dengan menjalin hubungan baik dengan Inggris, Denmark dan Cina, Banten dapat
berdagang dengan Persia, India, Siam, Vitenam, Cina, Filipina, dan Jepang.
Fakta ini sekaligus menunjukkan bahwa sampai menjelang akhir abad ke-17, Banten
masih mampu melakukan perdagangan internasional jarak jauh, sekaligus
mematahkan ambisi VOC yang ingin memonopoli perdagangan lada. Seperti halnya
Mataram, kerajaan Banten mengalami kemunduran karena didera konflik dalam
negeri, yang kemudian mengundang hadirnya VOC.
Putera Mahkota yang baru naik tahta yang
kemudian bergelar Sultan Haji (1682-1687) ternyata memiliki kebijakan politik
yang tidak sejalan dengan ayahnya. Jika ayahnya sangat anti VOC, sebaliknya ia
ingin menjalin hubungan dengan kongsi dagang Belanda itu. Otomatis ayahnya dan
para elit politik Muslim militan lainnya menentang keras kebijakan tersebut.
Pertentangan ini akhirnya meledak menjadi konflik terbuka yang disertai
tindakan kekerasan. Pada tahun 1680. Ageng Tirtayasa, yang masih diakui oleh
sebagian masyarakat Banten sebagai sultan, mengumumkan perang terhadap VOC yang
telah menganiaya para pedagang Banten. Sultan Haji yang kedudukannya terjepit
karena dijauhi para elit politik dan elit agama Islam, akhirnya menerima semua
prasyarat yang diajukan VOC sebelum membantunya. Tuntutan VOC itu antara lain:
- semua budak-budak yang lari dari Batavia ke Banten harus dikembalikan walaupun sudah menjadi Islam,
- Semua para perampok yang mengacaukan Batavia harus dihukum dan VOC diberi ganti rugi,
- Banten harus menarik kembali dukungannya terhadap para pemberontak Mataram yang melawan VOC, dan
- Banten tidak boleh lagi melakukan hubungan dagang dengan para pedagang lain, terutama pedagang Eropa, kecuali dengan VOC.
Pada bulan Maret 1682 sebuah armada
dibawah pimpinan François Tack dan Isaac de Saint-Martin berlayar menuju
Banten. Pada waktu itu kekuatan Sultan Haji dalam keadaan kritis, terkepung
oleh kekuatan ayahnya. Datangnya bantuan itu menyelamatkannya dan kemudian
dengan bantuan kekuatan VOC Sultan Haji berbalik mengusir kekuatan ayahnya ke
daerah pedalaman. Usia yang cukup tua rupanya tidak cukup mendukung gerakan
Sultan Tirtayasa. Akhirnya pada bulan Maret 1683 dia bersama Syaikh Yusuf ulama
asal Makasar tertangkap. Sultan Tirtayasa dibawa ke Batavia, sementara Syaikh
Yusuf dibuang ke Tanjung Harapan, Afrika. Tahun 1695 Sultan Tirtayasa meninggal
dalam masa tahanannya. Kemenangan Sultan Haji dengan bantuan VOC ini sekaligus
mengakhiri masa kejayaan dan kemerdekaan Banten.
Meskipun Sultan Haji telah menerima
semua prasyarat VOC, namun para pendukung Sultan Tirtayasa masih terus
melakukan perlawanan, antara lain dibawah pimpinan Kyai Tapa dan Ratu Bagus
Buang (pewaris tahta Banten yang sempat dibuang VOC). Serangan-serangannya
terhadap kepentingan VOC secara sporadis sangat menyulitkan VOC seperti terjadi
di Selat Sunda, sekitar Bandung, Bogor (Buitenzorg), dan akhirnya melibatkan
diri dalam pemberontakan di Mataram. Setelah itu dia menghilang beserta
pengikutnya.
Dengan takluknya Mataram dan Banten,
perdagangan di pulau Jawa praktis didominasi oleh VOC, terutama yang berkaitan
dengan perdagangan internasional
Uji Kompetensi
- Diskusikan dan buat tulisan ringkas tentang kejatuhan kerajaan Banten ke tangan VOC (3-5 halaman)
- Jelaskan tentang sejarah awal mula kehidupan orang Badui dan bagaimana adat istiadatnya ?
- Tuliskan biografi singkat dari Sultan Ageng Tirtayasa. Carilah bahan-bahan terkait dengan hal itu di perpustakaan sekolah, juga kamu dapat menggunakan media internet.
allegro at the wynn - Konicasino gioco digitale gioco digitale ラッキーニッキー ラッキーニッキー 880Shadu Mati Ganpati Making Guide - konicasino
BalasHapus